Rabu, 02 November 2011

iibu :*

IBU, Mama, Emak, Bunda, Mom, Ummi kata itu adalah sebutan atau
panggilan dari mahluk tuhan yang mulia yang rela bergulat dengan sakit
bahkan kematian demi melahirkan anaknya, yang rela kelaparan dan
kehausan demi terpenuhinya kebutuhan dari anaknya, yang siap
memberikan apapun yang ia miliki jika itu membuat anaknya bahagia,
bahkan karena keadaan mahluk ini rela bekerja kotor sebagai pelacur
sekalipun agar anaknya tidak kelaparan dan kedinginan,bahkan biasanya
seorang Ibu lah yang mau mengorbankan keinginan dan cita-citanya untuk
mengerti dan memahami anaknya yang terkadang tersesat jalan hidupnya
karena Obat-obatan (Narkoba),Orientasi seksual yang berbeda
(biseks,gay, lesbi),atau penganut seks bebas,dan membimbingnya kembali
dengan kasih dan perhatiannya agar anaknya itu kembali menjalani jalan
yang lurus yang sesuai dengan jalan agama dan kehidupan masyarakat
pada umumnya.
Bohong. dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa
kebohongan akan membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang
mendalam, tetapi kisah ini justru sebaliknya. Dengan adanya kebohongan
ini, makna sesungguhnya dari kebohongan ini justru dapat membuka mata
kita dan terbebas dari penderitaan, ibarat sebuah energi yang mampu
mendorong mekarnya sekuntum bunga yang paling indah di dunia.
Cerita bermula ketika kamu masih kecil,kamu terlahir sebagai seorang
anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan
saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi
nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata :
“Makanlah nak,aku tidak lapar” ———- KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA
Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan
waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekiat rumah, ibu
berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan
bergizi untuk petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan
yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu,
ibu duduk disamping saya
dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang
merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu
seperti itu, akupun terdiam hatiku tersentuh oleh ketulusan dan
pengorbanannya, lalu menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada
ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : “Makanlah nak,
ibu tidak suka makan ikan” ———- KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA
Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolahku dan abangku,
ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk
ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk
menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari
tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan
gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku
berkata :”Ibu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus
kerja.” Ibu tersenyum dan berkata
:”Cepatlah tidur nak, ibu tidak capek nih lihat sambil memeragakan
bseorang binaraga dengan senyuman yang dipaksakan karena kelelahan”
———- KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA
Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku
pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari,
ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama
beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah
selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah
disiapkan dalam botol yang
dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan
kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh,
aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu
berkata: “Minumlah nak,ibu tidak haus!” ———- KEBOHONGAN IBU YANG
KEEMPAT
Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap
sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu,
dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita
pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat
kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati
yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar
maupun masalah
kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang
begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi.
Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka,
ibu berkata : “Saya tidak butuh cinta, saya bahagia dan mensyukuri
keadaan saya sekarang ini” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA
Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan
bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak
mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit
sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang
bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu
memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang
tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : “Ibu
belum memerlukannya nak,ibu masih punya simpanan” ———-KEBOHONGAN
IBU YANG KEENAM
Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian
memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika
berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja
di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud
membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik
hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku “Aku
tidak terbiasa nak,baik baik lah disana dan janganlah lupakan sholat”
———-KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH
Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker
lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di
seberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk
ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya
setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku
dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya
terkesan agak kaku karena sakit yang
ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh
ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku sambil
menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali
melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya
berkata : “jangan menangis anakku,ibu tak apa nak,aku tidak kesakitan”
———-KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN.
Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta
menutup matanya untuk yang terakhir kalinya, meninggalkan dunia yang
telah kejam dan keras kepadanya, meninggalkanku dan abangku yang belum
sempat membahagiakanya, meninggalkanku yang masih butuh belaian halus
dikepala dan punggungku sambil berkata yang sabar nak kelak semua akan
indah pada waktunya, meninggalkan kenangan dan wejangan yang aku dan
abangku perlukan dalam menjalankan hidupku kedepan ini, saat terakhir
inipun ku bersimpuh untuk terakhir kalinya dikakinya sambil menangis
sejadi-jadinya, kaki yang kata orang tersimpan surga untuk ku dan
abangku,kukuatkan diri ini namun apa daya pikiran ku dan badan ku tak
sejalan aku pun tak sadarkan dirisampai akhirnya bang rino membopongku
ke kamar ibu yang masih seperti dulu karena ia menolak rumahnya
anak-anaknya bangun katanya ” jangan nak kau tabung saja untuk
keperluanmu,aku tidak ingin kenangan ayahmu hilang karena berubahnya
rumah ini”————KEBOHONGAN IBU YANG KESEMBILAN
dan Penguburannya pun siap dilakukan takbir pun bergema membuatku
terbangun dari ketidak sadaranku dan kucium kening Ibuku untuk
terakhir kalinya sebelum kain kafan itu ditutup dan diikat dengan
ihklas meski berat bagiku ku antar ibu ku ke peristirahatan
terakhirnya tak terasa air mata terus saja mengucur dari mataku
akhirnya Malaikat Tak Bersayap ini kembali ke penciptanya,Bang Rino
yang mengumandangkan azzan didalam liang lahat ibu, meski ia terlihat
kuat tapi terlihat sekali hatinya hancur seiring kepergiaan ibu yang
sangat aku dan dia cintai dan sayangi.
Akupun bertekad Bu aku akan memiliki Keluarga yang bahagia Cucu-cucumu
kelak akan menjadi orang yang berhasil yang akan membuatmu dan ayah
bangga, 7 hari setelah menyelesaikan acara tahlilan 7 harian
ibuku,bang rino pun kembali kebandung,melanjutkan hidupnya,dan akupun
kembali ke Seattle karena harus bekerja disana.
“To Be Continued”
Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa
tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : ” Terima kasih ibu ! “
memeluk bahkan bersimpuh dibawah kakinya Coba
dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah
ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita
untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita
yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk
meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah
dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pacar kita, kita
pasti lebih peduli dengan pacar kita. Buktinya, kita selalu cemas akan
kabar pacar kita, cemas apakah dia sudah makan atau belum, cemas
apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua
pernah mencemaskan kabar dari ortu kita? Cemas apakah ortu kita sudah
makan atau belum? Cemas apakah ortu kita sudah
bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan
kembali lagi.. Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas
budi ortu kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata
“MENYESAL” di kemudian hari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar